“Global Warming”
dan “Go Green”, dua kata yang sering kita dengar, kita lihat dan kita
baca di hampir semua media massa, televisi, papan iklan sampai sarana
transportasi. Kondisi ini mengisyaratkan kepada kita bahwa sudah saatnya kita
peduli dengan kondisi lingkungan. Telah tiba saatnya kita memperlihatkan
kiprah kita secara real untuk mendukung “Go Green” guna mencegah
terjadinya “Global Warming” yang lebih parah. Tidak perlu berpikir
terlalu berbelit atau muluk-muluk, namun mari kita coba berkiprah dari diri
kita sendiri, dari hal yang terkecil yang bisa dilakukan dan saat ini juga di
lingkungan kita, termasuk farm kita tercinta.
Efek Global Warming.
Sesuai dengan arti kata global warming,
yaitu pemanasan global maka efek yang jelas bisa dirasakan ialah naiknya suhu
lingkungan. Dengan kenaikan suhu lingkungan ini akan membawa berbagai dampak
yang spesifik, termasuk ke dunia peternakan, antara lain meningkatnya stres
panas (heat stress) pada ayam.
Kondisi inipun diperparah dengan adanya
fluktuatif suhu yang relatif tinggi antara siang (tengah hari) dan malam
(dini hari). Akibatnya stamina tubuh ayam menurun sehingga produktivitas
berkurang dan menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit (immunosuppressive).
Heat stress seringkali ditemukan pada ayam dewasa. Hal ini dikarenakan
tubuh ayampun menghasilkan panas (dari panas metabolisme). Ditambah lagi suhu
lingkungan yang semakin panas. Biasanya efek heat stress akan mulai
terlihat saat suhu mencapai 290C.
Saat heat stress ayam akan memberikan
respon berupa memperluas area permukaan tubuh (melebarkan atau menggantungkan
sayap), melakukan peripheral vasodilatation (meningkatkan alirah darah
perifer atau tepi, terutama dibagian jengger, pial dan kaki) dan aktivitas panting
(bernapas melalui mulut).
Heat stress ini juga bisa dipicu karena tingkat kelembaban udara.
Kelembaban udara mencerminkan banyaknya air yang terkandung (terikat) dalam
udara. Semakin banyak air yang terikat dalam udara maka udara semakin lembab,
begitu juga sebaliknya. Tingkat kelembaban akan mempengaruhi suhu yang
dirasakan ayam. Hal ini dikarenakan pengeluaran atau pembuangan panas tubuh
ayam dilakukan melalui proses evaporasi (pengganti kelenjar keringat yang
tidak dimiliki ayam).
Saat kelembaban tinggi, suhu yang dirasakan
oleh ayam menjadi lebih tinggi dibandingkan suhu yang tertera pada
termometer. Saat kelembaban 80% dan suhu 270C, suhu efektif yang
dirasakan ayam mencapai 300C. Begitu juga sebaliknya, saat
kelembaban udara 50% dan suhu 33,20C ayam akan merasakan suhu
sebesar 300C. Berdasarkan hal tersebut penting sekiranya kita
memperhatikan suhu dan kelembaban yang nyaman untuk ayam, yaitu 25-270C
dan kelembaban 60-70%.
Dan kerugian yang lebih jelas lagi terlihat
pada penurunan produktivitas ayam. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil
penelitian Mashaly et al. (2004) mengenai pengaruh heat stress
pada ayam petelur umur 31 minggu yang menunjukkan bahwa kondisi kandang
dengan suhu 350C dan kelembaban (RH) 50% selama 5 minggu akan
mengakibatkan penurunan konsumsi pakan (47,35%), produksi telur (35,69%),
berat telur (16,84%), bobot badan (30,83%) dan tebal kerabang telur (18,68%)
dibandingkan ayam yang dipelihara pada kondisi nyaman (suhu 23,90C dan RH
50%). Pada ayam pedaging, saat suhu kandang mencapai 40,60C selama
3 jam dapat menyebabkan kematian (Ross Broiler Management Manual,
1999).
Selain efek heat stress ini, terjadinya
global warming juga menimbulkan dampak yang lebih luas. Contohnya
akibat perubahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan pola panen hasil
pertanian maupun kualitas hasil panen menjadi menurun, baik kuantitas
(jumlah) maupun kualitas (mutu). Tentu kita masih ingat beberapa waktu yang
lalu, sekitar triwulan I 2011 harga jagung di Jawa Tengah bisa mencapai Rp.
4.200,- per kg. Inipun masih ditambah dengan masalah ketersediaan jagung yang
sulit dan kalau adapun kadar airnya tinggi (mencapai 19-21%). Alhasil dengan
kualitas jagung seperti itu produksi telur maupun pertumbuhan ayam menjadi
tidak optimal.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan semakin merebaknya
penyakit mengingat kondisi kelembaban yang tinggi. Menjadi catatan kami
selama 2010 sampai tulisan ini dibuat, dihampir sebagian wilayah di Indonesia
masih mengalami musim hujan. Akibatnya tingkat kelembaban tinggi dan
mendukung bagi perkembangan bibit penyakit. Belum lagi aliran air di selokan
dari peternakan menjadi sarana penularan penyakit antar farm.
Langkah Antisipasi.
Langkah awal kita dalam mengantisipasi efek global
warming ini ialah membuat database suhu dan kelembaban. Ya, database.
Seperti halnya database titer antibodi (baseline,red), kita pun perlu
mengetahui fluktuatif suhu dan kelembaban yang terjadi di kandang kita, baik
pagi, siang, sore, malam maupun dini hari. Hal ini terkait dengan perubahan
pola cuaca yang terjadi. Kita mesti tahu seberapa jauh kenaikan suhu dan
kelembaban yang terjadi di dalam kandang.
Selain itu, saat mengambil data suhu dan
kelembaban tersebut perlu sekiranya kita memperhatikan aktivitas ayam kita.
Dari sana kita bisa melihat mulai pada suhu dan kelembaban berapa ayam kita
mulai megap-megap (panting). Perlu kita ketahui, ketahanan tubuh ayam
berbeda-beda, begitu juga dengan respon terhadap suhu dan kelembaban. Saat
kita sudah mengetahui interval suhu dan kelembaban dimana ayam mulai panting,
di waktu itulah kita harus mulai melakukan treatment untuk menurunkan suhu.
Dan ini bisa menjadi patokan kita. Gunakan Thermohygrometer untuk mendeteksi suhu dan
kelembaban udara secara akurat dan cepat
Setelah kita memiliki database suhu dan
kelembaban maka langkah selanjutnya ialah melakukan modifikasi manajemen
untuk mendapatkan suhu dan kelembaban yang ideal. Beberapa modifikasi yang
dapat dilakukan ialah :
Menambah luasan kandang (melebarkan sekat kandang) sehingga
kepadatan berkurang bisa menjadi langkah awal untuk mengantisipasi global
warming, terlebih lagi ayam dewasa juga perlu membuang panas tubuhnya.
Dengan pelebaran kandang tersebut secara otomatis akan menambah jumlah tempat
minum sehingga kesempatan ayam minum juga semakin bertambah. Saat suhu
mencapai 320C konsumsi air minum dapat meningkat 50%.
- Berikan vitamin, elektrolit
Pemberian vitamin, terutama vitamin C dan E akan membantu
menekan stres. Penambahan elektrolit juga diperlukan guna menjaga
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga stamina tubuh tetap optimal. Vita
Stress dan Vita Strong dapat digunakan pada kasus ini.
- Perhatikan kualitas dan kuantitas ransum
Global warming juga berpengaruh terhadap kualitas ransum dan air minum.
Pastikan ransum yang kita berikan berkualitas. Jika perlu tambahkan Top
Mix untuk melengkapi nutrisi mikro essensial (nutrisi yang sangat
penting) sehingga produktivitas ayam lebih optimal. Untuk air minum lakukan
sanitasi dengan Antisep, Neo Antisep, Desinsep
untuk meminimalkan kontaminasi bibit penyakit
- Optimalkan sirkulasi udara
Sistem sirkulasi udara yang baik, sangat efektif untuk
menurunkan suhu dalam kandang. Buka tirai kandang saat suhu meningkat. Jika
aliran angin bertiup kencang, hendaknya tirai tidak ditutup seluruhnya, namun
disisakan sekitar 20-60 cm sehingga angin tidak langsung mengenai tubuh ayam
(bisa memicu penyakit pernapasan). Jika perlu tambahkan kipas (fan)
untuk membantu sirkulasi udara optimal. Fan bisa dipasang pada bagian tengah,
ujung maupun samping kandang. Adanya aliran udara ini juga akan berpengaruh
terhadap kelembaban udara. Kecepatan aliran angin hendaknya tidak lebih dari
2,5 m/detik untuk ayam dewasa. Aliran udaranya juga jangan langsung mengenai
tubuh ayam. Ketinggian fan setidaknya 40-50 cm dari lantai kandang. Penambahan nipple dan fan bisa
membantu mengatasi efek heat stress
- Modifikasi kontruksi kandang
Untuk kandang dengan ketinggian lantai yang terlalu rendah dan
jarak kandang yang terlalu dekat hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan
rekontruksi ulang, terlebih lagi kondisi kandang sudah mulai rusak.
Ketinggian kandang yang baik setidaknya 1,5 - 2 m dengan lebar kandang
minimal 1 x lebar kandang. Diantara kandang sebaiknya tidak terdapat tanaman
yang bisa mengganggu sistem sirkulasi udara. Jenis atap dari genting juga
bisa membantu menurunkan suhu.
Pembuatan kandang dengan sistem closed house merupakan
solusi pamungkas dalam mengatasi kendala suhu dan kelembaban. Hanya saja
solusi ini memerlukan biaya yang besar. Untuk kandang ayam petelur produksi
dengan kapasitas 20.000 ekor setidaknya memerlukan investasi kandang dan
peralatan sebesar Rp. 2 Milyar. Selain itu, diperlukan keahlian khusus dalam
pengoperesiannya.
Global warming memberikan pengaruh yang signifikan bagi usaha kita,
peternakan, mulai dari heat stress, fluktuasi suhu, sulitnya
mendapatkan bahan baku pakan (terutama jagung, bekatul) dengan kualitas dan
harga terbaik sampai perkembangan penyakit yang semakin kompleks. Oleh karena
itu, mari mulai dari diri kita, dimulai dari lingkungan peternakan, kita
gelorakan “Go Green”, kita hijaukan lingkungan peternakan. Semangat!
|