Implementasi Teknologi Dan Informasi Dalam Bidang Desain Interior Dan Arsitektur Di Era Globalisasi
Desain
Interior dan arsitektur adalah disiplin ilmu yang menuntut keterlibatan
estetika, ide, kreativitas dan teknologi serta informasi. Dalam era
globalisasi, persaingan antar desainer dan antar arsitek salah satunya di Bali
sangat ketat. Persaingan tersebut baik untuk persaingan kualitas, royalitas,
dan kreativitas serta bersaing secara bebas mencari relasi untuk dijadikan
tandem proyek. Pangsa pasar para desiner dan arsitek yakni para pengguna
jasa atau klien pada umumnya dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan
masyarakat lokal sampai ekspatriat. Persaingan bebas menimbulkan dampak
bahwasannya para desainer dan arsitek bebas atau terbuka pada setiap Negara
untuk menjadi tenaga kerja di Negara lain.Di Indonesia pada umumnya, desainer
dan arsitek yang hadir dalam bentuk fisik (hadir sebagai manusia desainer atau
arsitek) maupun virtual (hadir melalui komunikasi internet).
Sedangkan dalam hal kualitas, desainer dan
arsitek yang baik merupakan tututan bagi karya-karya desainer dan arsitek saat
ini yang berlomba untuk memperlihatkan estetika, fungsi, teknologi dan seni.
Desain interior dan arsitektur dalam proses perancangannya di era globalisasi mengalami
suatu perubahan yang dipengaruhi perkembangan teknologi yang salah satunya
diwakili oleh komputer, dengan komputer yang disertai perangkat keras dan lunak
membuat kemajuan dalam bidang perwujudan rancang desain, semakin cepat dan
efesien. Diketahui komputer adalah hasil kemajuan peradaban manusia dan
ditemukan melalui proses yang sangat lama. Komputer dirancang agar dapat
memenuhi kebutuhan manusia untuk hidup lebih sejahtra. Komputer dirancang untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan manusia. Untuk itu desain interior dan
arsitektur, seiring semakin pesatnya pembangunan yang membutuhkan perancangan,
maka waktu yang dibutuhkan semakin sempit.
Berangkat dari hal tersebut penulis tertarik akan
fenomena yang terjadi di era globalisai ini yakni, bagaimana implementasi
teknologi dan informasi pada bidang desain interior dan arsitektur di era
Globalisasi?. Masalah penulisan ini dibatasi pada teknologi dan informasi
dewasa ini yang mempengaruhi perancangan desain interior dan arsitektur. Tujuan
penulisan ini adalah; secara umum memahami hal-hal yang berkaitan dengan
teknologi dan informasi pada era globalisasi, dan secara khusus bertujuan
sebagai persyaratan penilaian Program Pasca Sarjana dalam mata kuliah Teknologi
Informasi Seni.
Seni merupakan usaha manusia untuk
menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, hal tersebut diungkapkan Herbert
Read dalam The meaning of art 1959 (Kartika, 2004 : 2). Seni lukis adalah salah
satu induk dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah
sebuah pengembangan yang lebih utuh dari drawing. Sejarah umum seni
lukis zaman prasejarah secara historis, seni lukis sangat terkait dengan
gambar. Sejak akhir dasawarsa 90-an, di Indonesia muncul bentuk kesenian (seni
rupa) yang menggunakan media dan material non-konvensional sebagai medium
berkaryanya. Kesenian tersebut semakin berkembang, terutama di wilayah-wilayah
yang selama ini menjadi sentra perkembangan seni rupa di Indonesia seperti
Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Bentuk kesenian ini kemudian
dikenal dengan istilah “seni media baru” (new media art). New media
art atau media baru, electronic art (Susanto,2011 : 277).
Salah
satu karakteristik bentuk kesenian “baru” ini adalah penggunaan teknologi serta
media komunikasi dan informasi sebagai alat, medium dan sumber gagasan
penciptaan berkarya seni. Beberapa varian dari kesenian yang tergolong dalam
media baru tersebut diantaranya: seni internet (web art), video
performance, seni video (video art), cellular art, dan lain
sebagainya.
Teknologi Informasi (TI), atau dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information technology (IT)
adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia
dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan
informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk
data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa
komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik,
dan peranti genggam modern (misalnya ponsel).
Pesatnya perkembangan teknologi memberi
perubahan dan transformasi yang terus menerus pada pengucapan karya seni. Hal
ini didorong oleh berkembanganya wacana apresiator seni, yang menggiring para
seniman untuk terlibat beriringan dengan kemajuan teknologi, terutama di abad
19 dan 20.
Pertengahan tahun 1960-an,
terjadi perubahan besar dalam kebudayaan dunia, ditandai dengan fenomena
postmodernisme. Hal ini seiring dengan pergeseran arah perkembangan teknologi
dari teknologi industri yang bersifat mesin dan material ke arah teknologi
informasi yang membuka semua celah dunia melalui informasi global yang
interaktif, digital dan multimedia. Stanley J. Grenz yang banyak membahas
pengaruh postmodernisme pada bidang seni memberi simbol pada transisi perubahan
dari masyarakat industri ke masyarakat informasi ini. Simbolnya adalah
komputer. Pergeseran besar dari teknologi industri ke teknologi informasi ini,
juga membawa pengaruh kuat pada rata-rata pemahaman masyarakat, bahwa teknologi
adalah elektronika. Selain keberadaan radio, televisi dan telpon yang membentuk
pola hidup baru masyarakat dunia, didirikannya HP oleh William Hewlet dan David
Packard bersamaan dengan diproduksinya komputer pertama dengan kode binner oleh
Konrad Zuse tahun 1938, teknologi informasi mengawali eksistensinya, dan secara
cepat terus berkembang hingga tahun 1975 dipasarkan Altair 8800, komputer
pertama, diproduksi secara masal untuk masyarakat. Komputer lalu menjadi idola
baru manusia abad ini.
Teknologi Informasi Sebagai Kreatifitas Dalam Karya Seni Lukis
Sejak
akhir dasawarsa 90-an, di Indonesia muncul bentuk kesenian (seni rupa) yang
menggunakan media dan material non-konvensional sebagai medium berkaryanya.
Kesenian tersebut semakin berkembang, terutama di wilayah-wilayah yang selama
ini menjadi sentra perkembangan seni rupa di Indonesia seperti Bandung,
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
Bentuk
kesenian ini kemudian dikenal dengan istilah “seni media baru” (new media
art). Penggunaan istilah “media baru” terutama menunjuk kepada medium yang
digunakan oleh para perupanya yang sangat berbeda dengan medium (konvensional)
berkarya seni rupa pada periode sebelumnya yang lebih dulu dikenal seperti:
penggunaan kain kanvas dan cat pada lukisan. Salah satu karakteristik bentuk
kesenian “baru” ini adalah penggunaan teknologi serta media komunikasi dan
informasi sebagai alat, medium dan sumber gagasan penciptaan berkarya seni.
Beberapa
varian dari kesenian yang tergolong dalam media baru tersebut diantaranya: seni
internet (web art), video performance, seni video (video art),
cellular art, dan lain sebagainya. Para perupa yang menggeluti jenis
kesenian tersebut umumnya mahasiswa dan alumni perguruan tinggi seni rupa atau
setidaknya pernah mengenyam pendidikan di sekolah tinggi seni rupa.
Di
dunia internasional bentuk kesenian dengan karakter pengunaan teknologi serta
media komunikasi dan informasi ini telah diakui sebagai bagian dari
perkembangan (disiplin ilmu) seni rupa. Jurusan atau program studi yang
mengkhususkan pada bentuk kesenian ini telah didirikan di beberapa negara dan
umumnya dengan menggunakan label multi-media art. Beberapa event
internasional telah diselenggarakan dan diikuti juga oleh para perupa dari
Indonesia. Keikutsertaan para perupa Indonesia ini bukan hanya sebagai
pertisipan, tetapi telah mendapat pengakuan secara internasional.
Sesuai
dengan tuntutan perkembangan dunia seni rupa, fenomena jenis kesenian yang
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi sebagai basis kreatifnya perlu
mendapat perhatian, bukan saja dikalangan seniman, tetapi juga di kalangan
pendidikan, khususnya pendidikan seni rupa. Demikian pula jika melihat
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang tumbuh dengan pesat
dipergunakan untuk mempercepat perkembangan berbagai bidang (disiplin) ilmu,
maka tidak berlebihan apabila para pengembang kurikulum pendidikan seni rupa
mencoba memasukan jenis kesenian ini dalam kurikulum pendidikannya. Seperti
yang diterapakan pada program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar.
Walaupun
dengan mudah para pengembang kurikulum pendidikan seni di Indonesia dapat
mengadopsi struktur kurikulum dari berbagai negara yang telah lebih dulu
membuka Jurusan atau program studi ini, tetapi mengingat konteks budaya yang
berbeda antara satu negara dengan negara lainya, beberapa hal yang berkaitan
dengan aspek historikal, ideologi, karakteristik bentuk, estetika, medium serta
pola belajar yang digunakan oleh para perupanya, harus diketahui dan dipahami
dengan baik oleh para pengembang kurikulum pendidikan seni rupa. Pemahaman
secara holistik membantu para pengembang kurikulum untuk membuat sebuah
struktur kurikulum yang sesuai dengan konteks atau kultur budaya setempat
Hubungan Fotografi Dan Teknologi
Fotografi
secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini kalau kita membicarakan
fotografi yang menyangkut teknologi. Namun, kalau kita membicarakan masalah
gambar dua dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi
sangatlah panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya “fotografi” sudah
tercatat sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma
Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa
pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati
sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di
bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik
lewat lubang tadi. Kemudian, pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn
Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong. Hanya
sebatas itu informasi yang masih bisa kita gali seputar sejarah awal fotografi
karena keterbatasan catatan sejarah. Bisa dimaklumi, di masa lalu informasi
tertulis adalah sesuatu yang amat jarang. Demikianlah, fotografi lalu tercatat
dimulai resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain
yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang
gencar-gencarnya. Adalah tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal
fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi
adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang
dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
Penemu
fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin
mematenkan temuannya itu. Tapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai
pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh
dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke
seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang
harus dilakukan. Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun
awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan
yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya.
Sebenarnya, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti
Perancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan
sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia.
Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan di University of
Texas di Austin, AS. Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan
sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura
sampai beberapa jam sampai tercipta imaji. Metode Niepce ini sulit diterima
orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari. Pada
tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan itu. Dua
tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan
yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan
graphos adalah menulis. Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre
kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu
diumumkan ke seluruh dunia.
Kemajuan
teknologi memang memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera
sebesar mesin jahit hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam,
kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat
tajam dalam ukuran sebesar koran. Temuan teknologi makin maju sejalan dengan
masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke
dalam proses cetak, surat kabar mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan.
Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily
Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah
sebuah peristiwa kebakaran. Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada
tahun 1880 yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar. Foto pertama di
surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di
surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880.
Foto itu adalah karya Henry J Newton. Banyak cabang kemajuan fotografi yang
terjadi, tetapi banyak yang mati di tengah jalan. Foto Polaroid yang ditemukan
Edwin Land, umpamanya, pasti sudah tidak dilirik orang lagi karena kini foto
digital juga sudah nyaris langsung jadi. Juga temuan seperti format film APSS
(tahun 1996) yang langsung mati suri karena teknologi digital langsung masuk
menggeser semuanya.
Kesimpulannya
fotografi tidak bisa dilepaskan dari teknologi karena fotografi tersebut
merupakan sebuah penemuan teknologi. Seiring dengan berkembangnya zaman,
fotografi dibuat lebih mudah dan efisien dalam pengambilan gambarnya maupun
cetaknya.