Cari Blog Ini

Kamis, 02 Januari 2014



Implementasi Teknologi Dan Informasi Dalam Bidang Desain Interior Dan Arsitektur Di Era Globalisasi

        Desain Interior dan arsitektur adalah disiplin ilmu yang menuntut keterlibatan estetika, ide, kreativitas dan teknologi serta informasi. Dalam era globalisasi, persaingan antar desainer dan antar arsitek salah satunya di Bali sangat ketat. Persaingan tersebut baik untuk persaingan kualitas, royalitas, dan kreativitas serta bersaing secara bebas mencari relasi untuk dijadikan tandem proyek. Pangsa pasar  para desiner dan arsitek yakni para pengguna jasa atau klien pada umumnya dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan masyarakat lokal sampai ekspatriat. Persaingan bebas menimbulkan dampak bahwasannya para desainer dan arsitek bebas atau terbuka pada setiap Negara untuk menjadi tenaga kerja di Negara lain.Di Indonesia pada umumnya, desainer dan arsitek yang hadir dalam bentuk fisik (hadir sebagai manusia desainer atau arsitek) maupun virtual (hadir melalui komunikasi internet).
Sedangkan dalam hal kualitas, desainer dan arsitek yang baik merupakan tututan bagi karya-karya desainer dan arsitek saat ini yang berlomba untuk memperlihatkan estetika, fungsi, teknologi dan seni. Desain interior dan arsitektur dalam proses perancangannya di era globalisasi mengalami suatu perubahan yang dipengaruhi perkembangan teknologi yang salah satunya diwakili oleh komputer, dengan komputer yang disertai perangkat keras dan lunak membuat kemajuan dalam bidang perwujudan rancang desain, semakin cepat dan efesien. Diketahui komputer adalah hasil kemajuan peradaban manusia dan ditemukan melalui proses yang sangat lama. Komputer dirancang agar dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk hidup lebih sejahtra. Komputer dirancang untuk memecahkan masalah dalam kehidupan manusia. Untuk itu desain interior dan arsitektur, seiring semakin pesatnya pembangunan yang membutuhkan perancangan, maka waktu yang dibutuhkan semakin sempit.
Berangkat dari hal tersebut penulis tertarik akan fenomena yang terjadi di era globalisai ini yakni, bagaimana implementasi teknologi dan informasi pada bidang desain interior dan arsitektur di era Globalisasi?. Masalah penulisan ini dibatasi pada teknologi dan informasi dewasa ini yang mempengaruhi perancangan desain interior dan arsitektur. Tujuan penulisan ini adalah; secara umum memahami hal-hal yang berkaitan dengan teknologi dan informasi pada era globalisasi, dan secara khusus bertujuan sebagai persyaratan penilaian Program Pasca Sarjana dalam mata kuliah Teknologi Informasi Seni.





      Seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, hal tersebut diungkapkan Herbert Read dalam The meaning of art 1959 (Kartika, 2004 : 2). Seni lukis adalah salah satu induk dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari drawing. Sejarah umum seni lukis zaman prasejarah secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Sejak akhir dasawarsa 90-an, di Indonesia muncul bentuk kesenian (seni rupa) yang menggunakan media dan material non-konvensional sebagai medium berkaryanya. Kesenian tersebut semakin berkembang, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini menjadi sentra perkembangan seni rupa di Indonesia seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Bentuk kesenian ini kemudian dikenal dengan istilah “seni media baru” (new media art). New media art atau media baru, electronic art (Susanto,2011 : 277).
         Salah satu karakteristik bentuk kesenian “baru” ini adalah penggunaan teknologi serta media komunikasi dan informasi sebagai alat, medium dan sumber gagasan penciptaan berkarya seni. Beberapa varian dari kesenian yang tergolong dalam media baru tersebut diantaranya: seni internet (web art), video performance, seni video (video art), cellular art, dan lain sebagainya.
          Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information technology (IT) adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel).
        Pesatnya perkembangan teknologi memberi perubahan dan transformasi yang terus menerus pada pengucapan karya seni. Hal ini didorong oleh berkembanganya wacana apresiator seni, yang menggiring para seniman untuk terlibat beriringan dengan kemajuan teknologi, terutama di abad 19 dan 20.
         Pertengahan tahun 1960-an,  terjadi perubahan besar dalam kebudayaan dunia, ditandai dengan fenomena postmodernisme. Hal ini seiring dengan pergeseran arah perkembangan teknologi dari teknologi industri yang bersifat mesin dan material ke arah teknologi informasi yang membuka semua celah  dunia melalui informasi global yang interaktif, digital dan multimedia. Stanley J. Grenz yang banyak membahas pengaruh postmodernisme pada bidang seni memberi simbol pada transisi perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi ini. Simbolnya adalah komputer. Pergeseran besar dari teknologi industri ke teknologi informasi ini, juga membawa pengaruh kuat pada rata-rata pemahaman masyarakat, bahwa teknologi adalah elektronika. Selain keberadaan radio, televisi dan telpon yang membentuk pola hidup baru masyarakat dunia, didirikannya HP oleh William Hewlet dan David Packard bersamaan dengan diproduksinya komputer pertama dengan kode binner oleh Konrad Zuse tahun 1938, teknologi informasi mengawali eksistensinya, dan secara cepat terus berkembang hingga tahun 1975 dipasarkan Altair 8800, komputer pertama, diproduksi secara masal untuk masyarakat. Komputer lalu menjadi idola baru manusia abad ini.

Teknologi Informasi Sebagai Kreatifitas Dalam Karya Seni Lukis                                                        

        Sejak akhir dasawarsa 90-an, di Indonesia muncul bentuk kesenian (seni rupa) yang menggunakan media dan material non-konvensional sebagai medium berkaryanya. Kesenian tersebut semakin berkembang, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini menjadi sentra perkembangan seni rupa di Indonesia seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
     Bentuk kesenian ini kemudian dikenal dengan istilah “seni media baru” (new media art). Penggunaan istilah “media baru” terutama menunjuk kepada medium yang digunakan oleh para perupanya yang sangat berbeda dengan medium (konvensional) berkarya seni rupa pada periode sebelumnya yang lebih dulu dikenal seperti: penggunaan kain kanvas dan cat pada lukisan. Salah satu karakteristik bentuk kesenian “baru” ini adalah penggunaan teknologi serta media komunikasi dan informasi sebagai alat, medium dan sumber gagasan penciptaan berkarya seni.
     Beberapa varian dari kesenian yang tergolong dalam media baru tersebut diantaranya: seni internet (web art), video performance, seni video (video art), cellular art, dan lain sebagainya. Para perupa yang menggeluti jenis kesenian tersebut umumnya mahasiswa dan alumni perguruan tinggi seni rupa atau setidaknya pernah mengenyam pendidikan di sekolah tinggi seni rupa.
       Di dunia internasional bentuk kesenian dengan karakter pengunaan teknologi serta media komunikasi dan informasi ini telah diakui sebagai bagian dari perkembangan (disiplin ilmu) seni rupa. Jurusan atau program studi yang mengkhususkan pada bentuk kesenian ini telah didirikan di beberapa negara dan umumnya dengan menggunakan label multi-media art. Beberapa event internasional telah diselenggarakan dan diikuti juga oleh para perupa dari Indonesia. Keikutsertaan para perupa Indonesia ini bukan hanya sebagai pertisipan, tetapi telah mendapat pengakuan secara internasional.
       Sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia seni rupa, fenomena jenis kesenian yang menggunakan teknologi komunikasi dan informasi sebagai basis kreatifnya perlu mendapat perhatian, bukan saja dikalangan seniman, tetapi juga di kalangan pendidikan, khususnya pendidikan seni rupa. Demikian pula jika melihat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang tumbuh dengan pesat dipergunakan untuk mempercepat perkembangan berbagai bidang (disiplin) ilmu, maka tidak berlebihan apabila para pengembang kurikulum pendidikan seni rupa mencoba memasukan jenis kesenian ini dalam kurikulum pendidikannya. Seperti yang diterapakan pada program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar.
        Walaupun dengan mudah para pengembang kurikulum pendidikan seni di Indonesia dapat mengadopsi struktur kurikulum dari berbagai negara yang telah lebih dulu membuka Jurusan atau program studi ini, tetapi mengingat konteks budaya yang berbeda antara satu negara dengan negara lainya, beberapa hal yang berkaitan dengan aspek historikal, ideologi, karakteristik bentuk, estetika, medium serta pola belajar yang digunakan oleh para perupanya, harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh para pengembang kurikulum pendidikan seni rupa. Pemahaman secara holistik membantu para pengembang kurikulum untuk membuat sebuah struktur kurikulum yang sesuai dengan konteks atau kultur budaya setempat

Hubungan Fotografi Dan Teknologi

            Fotografi secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini kalau kita membicarakan fotografi yang menyangkut teknologi. Namun, kalau kita membicarakan masalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi sangatlah panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya “fotografi” sudah tercatat sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Kemudian, pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong. Hanya sebatas itu informasi yang masih bisa kita gali seputar sejarah awal fotografi karena keterbatasan catatan sejarah. Bisa dimaklumi, di masa lalu informasi tertulis adalah sesuatu yang amat jarang. Demikianlah, fotografi lalu tercatat dimulai resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Adalah tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
      Penemu fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Tapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan. Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya. Sebenarnya, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS. Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta imaji. Metode Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari. Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis. Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia.
        Kemajuan teknologi memang memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar mesin jahit hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran. Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat kabar mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran. Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada tahun 1880 yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar. Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton. Banyak cabang kemajuan fotografi yang terjadi, tetapi banyak yang mati di tengah jalan. Foto Polaroid yang ditemukan Edwin Land, umpamanya, pasti sudah tidak dilirik orang lagi karena kini foto digital juga sudah nyaris langsung jadi. Juga temuan seperti format film APSS (tahun 1996) yang langsung mati suri karena teknologi digital langsung masuk menggeser semuanya.
      Kesimpulannya fotografi tidak bisa dilepaskan dari teknologi karena fotografi tersebut merupakan sebuah penemuan teknologi. Seiring dengan berkembangnya zaman, fotografi dibuat lebih mudah dan efisien dalam pengambilan gambarnya maupun cetaknya.